Aspek Hukum Dalam Ekonomi: Bab 2

BAB 2


Wanprestasi

A. Pengertian Wanprestasi
Perkataan wanprestasi sendiri berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Menurut kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.  Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Pengertian Wanprestasi Menurut Para Pakar, sebagai berikut :
·         Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
·         Mariam Darus Badrulzaman, Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
·         R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
(1)   tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan,
(2)   melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan,
(3)   melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya,
(4)   melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.
·         Menurut Burght, pihak yang ditimpa wanprestasi dapat menuntut sesuatu yang lain disamping pembatalan yaitu pemenuhan perikatan, ganti rugi atau pemenuhan perikatan ditambah ganti rugi. Untuk menetapkan akibat-akibat tidak dipenuhinya perikatan, perlu diketahui telebih dahulu pihak yang lalai memenuhi perikatan tersebut. Seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi juga dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat tersebut.
·         Marhainis Abdulhay, menyatakan bahwa wanprestasi adalah apabila pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya. Wanprestasi berarti tidak melakukan apa yang menjadi unsur prestasi, yakni:
(1)   Berbuat sesuatu.
(2)   Tidak berbuat sesuatu.
(3)   Menyerahkan sesuatu.
 Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :
1)        Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
2)        Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.            Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan
2.            Partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.
Seorang debitur baru  dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.
B.     Wujud Wanprestasi
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
1.            Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Contoh: A dan B telah sepakat untuk jual-beli motor dengan merek Snoopydengan harga Rp 13.000.000,00 yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2011 pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali tanpa alasan yang jelas.
2.            Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan janjinya.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor Miu bukan merk Snoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.
3.            Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motor Snoopy, namun datang pada jam 14.00.
4.            Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh:(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan membawa motor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah jelas-jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.

C.    Sebab dan Akibat Wanprestasi
Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut
1.      Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah:
a.       Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
b.      Faktor keadaan yang bersifat general;
c.       Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
d.      Menyepelekan perjanjian.
2.      Adanya keadaan memaksa (overmacht).
Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut
1.      Perikatan tetap ada.
2.      Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
3.      Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
4.      Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1.            Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata).
2.            Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata).
3.            Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).
4.            Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.

D.    Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Pengadilan
Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berutang.
Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.
Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti berikut:
1.            Overmacht.
2.            Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.
3.            Kelalaian kreditur.
Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa menuntut apa-apa dari debitur tersebut.
Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut:
1.    Menuntut hak pemenuhan perjanjian.
2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUH Perdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUH Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interst).
a.       Ganti biaya yaitu mengganti pengeluranan yang dikeluarkan kreditur.
b.      Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak.
c.       Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat.
3.      Pembatalan perjanjian
Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama “discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan.
4.      Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
5.      Meminta/ menuntut ganti rugi saja.
Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.

E.     Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi
Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.
Kewajiban  membayar  ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya.  Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:
1.      Conditio Sine qua Non (Von Buri)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A.
2.      Adequated Veroorzaking (Von Kries)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.
Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.
Karena tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata.

Perbedaan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Banyak yang mengira wanprestasi adalah bagian kesatuan dari perbuatan melawan hukum, banyak praktisi hukum sekalipun menganggap bahwa wanprestasi adalah perbuatan melawan hukum (genus spesific). Banyak kasus contohnya dalam suatu perjanjian, si A meminjam uang kepada si B dengan dasar surat perjanjian, kemudian A cidera janji atas perjanjian tersebut, kemudian B dengan banyak bicara akan menuntut A ke pengadilan kemudian membuat surat gugatan. Hal ini salah besar karena kita harus melihat kaidah kaidah hukum itu sendiri sebelum membuat surat gugatan karena jika dicampur adukan akan menimbulkan kekeliruan posita, bisa saja A dapat tuntutan karena perbuatan melawan hukum tapi bisa saja tidak, kembali lagi kepada asas kebebasan berkontrak. Namun dalam perbuatan melawan hukum timbulnya hak menuntut ketika melakukan perbuatan yang dilarang Undang- Undang.
Maka dari itu sebelum menuntut dan membuat surat gugatan anda perlu mengetahui tentang perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum
  1.    Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, adanya wanprestasi karena sebelumnya ada suatu perjanjian yang mengharuskan melaksanakan suatu kewajiban, dikatakan wanprestasi saat pihak yang memiliki kewajiban tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya, sehingga penyelesaiannya dapat melalui jalur negosiasi, mediasi, atau yang tertera sebelumnya pada perjanjian. Sedangkan perbuatan melawan hukum ialah bersumber dari Undang-undang bukan berdasarkan perjanjian hasil persetujuan, perbuatan melawan hukum berpatokan pada melawan hukum atau tidak sesuai dengan hukum maka akibatnya hukuman pidana atau pertanggung jawaban perdata.
  2.    Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi kepada pihak yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian awal, apakah dia cidera janji karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan melawan hukum jika pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum positif maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut kepada kepolisian.
  3.    Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi bagaimana bentuknya, tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril. Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada keadaan semula (restoration to original condition, herstel in de oorpronkelijke toestand, herstel in de vorige toestand).


CONTOH KASUS
Di Desa Kecamatan Karangbatu, Kelurahan Makmur Jaya, terjadi suatu perjanjian antara dua kepala keluarga berkenaan dengan perjanjian tempat tinggal antara keduanya (25/05/2013). Sebut saja pihak pertama yaitu Bapak Suherman beserta istri dan kedua anaknya sebagai pihak yang membutuhkan tempat tinggal sementara karena keluarga ini sedang mengalami masalah ekonomi sehingga hilang kepemilikan tempat tinggal sebelumnya. Bapak Suherman memiliki teman akrab bernama Bapak Jali yang berperan sebagai pihak kedua dalam kejadian ini. Bapak Jali bersedia membantu keluarga Bapak Suherman dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pak Suherman dan keluarganya.
Bahwa keluarga Pak Suherman bisa menempati salah satu dari rumah yang dimiliki oleh pak Jali, tetapi Pak Suherman harus mampu membayar uang sewa rumah tersebut sebesar Rp.500.000/bulan tepat setiap tanggal 25. Apabila terjadi tunggakan/penundaan pembayaran sewa rumah tersebut berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, maka Bapak Jali berhak mengusir keluarga Pak Suherman dari rumahnya.
Hingga pada bulan ketiga Bapak Suherman menempati rumah tersebut, ia dan keluarganya belum juga mampu membayar sewa rumah sesuai kesepakatan dengan pak Jali. Pak Jali pun menderita kerugian dengan kejadian ini. Sehingga beliau dengan terpaksa harus mengusir keluarga pak Suherman setelah memberikan beberapa dispensasi sebagai seorang teman seperti memaklumi penundaan pembayaran selama 3 bulan lamanya dan tidak menuntut ganti rugi bayaran selama 3 bulan tersebut.
Analisa:
·              Jenis perbuatan : Wanprestasi/Cidera Janji
·              Subyek hukum : Bapak Suherman dan Bapak Jali
·      Peristiwa hukum adalah Segala kejadian kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam babVII Buku III KUH Perdata yang berjudul “Tentang Sewa-Menyewa” yang meliputi pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata. Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa: “ Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.”
Alasan :
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Bentuk-bentuk Wanprestasi :
1.          Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2.          Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3.          Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4.          Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam kejadian diatas termasuk bentuk wanprestasi yang pertama, dimana bapak Suherman tidak melaksanakan janji yang telah disepakati sama sekali. Ia lalai untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang menyewa rumah.



 Sumber:
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-wanprestasi-dan-penjelasannya.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Investasi/Modal asing terhadap Perekonomian Indonesia

Program CSR Bakti BCA bagi masyarakat

Sumber Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kurva AD dan Kurva AS