Aspek Hukum Dalam Ekonomi: Bab 3
BAB 3
Penyelesaian
Sengketa Ekonomi
A. Pengertian
Sengketa
Sengketa
adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain.
Pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan kepada pihak kedua dan
apabila pihak kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak pertama serta
menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan
sengketa. Akan tetapi dalam konteks hukum, khususnya hukum kontrak yang
dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak
karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam
suatu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan perkataan lain telah
terjadi wanprestasi.
Berikut
ini pengertian sengketa menurut beberapa ahli :
-
Menurut Winardi
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu
objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
(2007: 1)
·
Menurut Ali Achmad
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. (2003: 14)
·
Menurut Edi Prajoto
Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih yang sama
mempunyai kepentingan atas status hak objek tanah antara satu atau beberapa objek
tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. (2006:21)
B. Mekanisme
Penyelesaian Sengketa
Cara penyelesaian
sengketa dibagi menjadi dua, yakni penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi)
dan penyelesaian sengketa tidak melalui pengadilan (non litigasi). Penyelesaian
yang tidak melalui pengadilan yang disebut sebagai “Alternative Dispute
Resolution” (ADR) atau penyelesaian sengketa alternatif.
1. Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan
Pengertian ADR disini
adalah lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para
pihak seperti dengan negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lain lain. Dengan
demikian yang dimaksud dengan Alternative Dispute Resolutiondalam
perspektif UU No. 30 Tahun 1999 adalah suatu pranata penyelesaian sengketa
diluar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan
sengketa secara litigasi di pengadilan.
ADR mempunyai kelebihan
atau kentungan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa dengan pengadilan,
yakni sebagai berikut :
a. Sifat
kesukarelaan dalam proses
b. Prosedur
yang cepat dimana prosedur alternatif penyelesaian sengketa bersifat informal
c. Keputusannya
bersifat non-judicial karena kewenangan untuk membuat keputusan ada
pada pihak-pihak yang bersengketa yang berarti pihak-pihak yang terlibat mampu
meramalkan dan mengontrol hasil yang disengketakan.
d. Prosedur
rahasia (confidential)
e. Hemat
waktu dan hemat biaya, dan lain sebagainya.
Mekanisme penyelesaian
sengketa ini terdiri antara lain :
a. Negosiasi
Dalam Busines Law yang
disusun ole Mark E. Roszkowski disebutkan: Negosiasi proses yang dilakukan oleh
dua pihak dengan permintaan (kepentingan) yang saling berbeda dengan membuat
suatu persetujuan secara kompromis dan memberikan kelonggaran.
Bentuk ADR seperti ini
memungkinkan para pihak tidak turun langsung dalam bernegosiasi yaitu
mewakilkan kepentingannya kepada masing-masing negosiator yang telah ditunjuk
untuk melakukan kompromi demi tercapainya penyelesaian secara damai.
Bentuk negosiasi hanya
dilakukan diluar pengadilan, tidak seperti perdamaian dan konsiliasi yang dapat
dilakukan pada setiap saat, baik sebelum proses persidangan maupun dalam proses
pengadiln dan dapat dilakukan didalam maupun diluar pengadilan. Agar mempunyai
kekuatan mengikat kesepakatan damai melalui negosiasi wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung setelah
penandatanganannya dan dilaksanakan sejak 30 hari terhitung setelah
pendaftarannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 dan 7 dan 8 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b. Mediasi
Mediasi adalah suatu
cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga yang disebut sebagai
mediator berfungsi untuk membantu para pihak yang berselisih untuk menyediakan
fasilitas bagi pihak-pihak didalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Dalam penyelesaian
sengketa melalui mediasi, tidak terdapat unsur paksaan antara pihak-pihak dan
mediator karena para pihak secara sukarela meminta kepada mediator
untuk membantu menyelesaikan konflik yang sedang mereka hadapi.
Langkah-langkah yang
harus dilakukan bila para pelaku bisnis yang bersengketa akan menempuh jalur
mediasi adalah sebagai berikut :
1) Sepakat
para pihak untuk menempuh proses mediasi
2) Memahami
masalah-masalah
3) Membangkitkan
pilihan-pilihan pemecahan masalah
4) Mencapai
kesepakatan
5) Melaksanakan
kesepakatan
Keunggulan mediasi
sebagai gerakan ADR adalah :
1) Negosiasi
Keputusan untuk mediasi
diserahkan kepada kesepatakan para pihak sehingga dapat dicapai suatu putusan
yang benar-benar merupakan kehendak dari para pihak.
2) Informal
atau fleksibel
Tidak seperti dalam
proses litigasi (pemanggilan saksi, pembuktian, replik, duplik dan sebagainya )
proses mediasi sangat fleksibel, kalau perlu para pihak dengan bantuan mediator
dapat mendesain sendiri prosedur bermediasi.
3) Interest
based
Dalam mediasi tidak
dicari siapa yang benar atau yang salah, tetapi lebih untuk menjaga kepentingan
masing-masing pihak.
4) Future
looking
Karena lebih menjaga
kepentingan masing-masing pihak, mediasi lebih menekankan untuk menjaga
hubungan para pihak yang bersangkutan ke depan, tidak berorientasi ke masa
lalu.
5) Parties
orieted
Dengan prosedur yang
informal, maka para pihak yang berkepentingan dapat secara aktif mengontrol
proses mediasi dan pengambilan penyelesaian tanpa terlalu bergantung kepada
pengacara.
6) Parties
control
Penyelesaian sengketa
melalui mediasi merupakan keputusan dari masing-masing pihak. mediator tidak
dapat memaksakan untuk mencapai kesepakatan.
Mediasi disisi lain
sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa juga memiliki kelemahan yang
perlu disadari oleh peminat mediasi.
1) Mediasi
hanya dapat dilakukan secara efektif jika para pihak memiliki keinginan untuk
menyelesaikan konsensus ( bersifat sukarela ).
2) Pihak
yang tidak beretikad baik dapat memanfaatkan poses mediasi sebagai taktik untuk
mengulur-ngulur waktu penyelesaian sengketa.
3) Beberapa
jenis kasus mungkin tidaki dapat dimediasi, terutama kasus-kasus yang berkaitan
dengan masalah ideologi dan nilai dasar yang tidak menyediakan ruang bagi para
pihak untuk melakukan kompromi-kompromi.
4) Secara
normatif mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum
private tidak dalam lapangan hukum pidana ( UU No. 23 tahun 1997 Pasal 30 ayat
2 ).
c. Konsiliasi
Konsiliasi adalah Usaha
untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan
dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam pengertian lain Konsolidasi
(conciliation), dapat pula diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai.
Persediaan suatu komisi
konsiliasi biasanya terdiri dari 2 tahap yaitu tahap tertulis dan tahap lisan.
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, konsiliator atau badan konsiliasi
menyerahkan laporannya kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan-usulan
sengketannya. usulan ini sifatnya tidak mengikat karena diterima tidaknya
usulan tersebut tergantung sepenuhnya pada para pihak.
Bentuk ini sebenarnya
mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada
hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix
arbitration, yang berarti:
a) Pada
tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator
atau majelis pendamai,
b) Setelah
gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan
tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan
yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas
saja.
Jarang
ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka
hakim. Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan
Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem
konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari
penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
d. Arbitrase
Menurut UU No. 3o tahun
1999 tentang abritase dan alternatif peneyelesaian sengketa umum, arbitrase
dalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
Arbitrase sangat
berbeda dengan mediasi dan konsiliasi. Perbedaan pokoknya terletak pada fungsi
dan kewenangannya, yakni :
1) Arbitrase
diberi kewenangan penuh kepada para pihak yang akan menyelesaikan sengketa.
2) Untuk
itu arbiter ( arbitral tribunal ) berwenang mengambil putusan yang lazim
disebut award.
3) Sifat
putusan langsung final and binding ( final dan mengikat ) kepada para pihak.
Secara umum dinyatakan
bahwa lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga
peradialan. kelebihan tersebut antara lain :
1) Dijamin
kerahasian sengketa para pihak.
2) Dapat
dihindarkan kelembatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan administrasi.
3) Para
pihak dapat memilih arbiter yang emnurut keyakinannya mempunyai pengetuhuan,
pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenal masalah yang disengketan,
jujur dan adil.
Putusan arbitrase
mempunyai putusan yang mengikat pada pihaknya dengan melalui tata cara atau
prosedur yang sangat sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih
sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk
eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.
2. Penyelesaian
Sengketa Perdata Melalui Pengadilan / Litigasi
Ligitasi adalah artinya
persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan informasi
secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi
permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga.
Ligitasi sekarang
menjadi tuntutan masyarakat akan adanya supremasi hukum terlihat dari
perkembangan masyarakat yang semakin mengedepankan aspek legalitas.
Kecenderungan masyarakat dewasa ini lebih memilih institusi hukum/ pengadilan
dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang terjadi diantara mereka,
daripada harus duduk bersama, bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
Proses
pengadilan tidak selalu terjadi dalam gugatan penggugat. daloam beberapa hal
kasus tuduhan palsu dan kurangnya fakta-fakta dari orang-orang yang terkait
dapat menyebabkan akan cepat menyalahkan, dan ini dapat mneyebabkan litigasi
atau tuntutan hukum. sayangnya orang tidak mau bertanggung jawab atas tindakan
mereka sendiri, jadi bukanya menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka,
mereka mencoba menyalahkan orang lain dan hanya bisa memperburuk
keadaan.
Asas-asas
umum pengadilan :
1. Asas
kebebasan hakim
2. Hakim
Bersifat menunggu
3. Pemeriksaan
berlangsung terbuka
4. Asas
kesamaan (Audi et alteran partem)
5. Hakim
aktif memimpin proses
6. Putusan
disertai alasan (Motiverings Plicht)
7. Tidak
ada keharusan untuk mewakilkan
8. Beracara
dikenakan biaya
9. Peradilan
dilakukan “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”
10. Susunan
persidangan dalam bentuk majlis
11. Peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Kelemahan
sistem pengadilan :
1. Proses
penyelesaian sengketa yang lambat
2. Biaya
perkara yang mahal
3. Pengadilan
tidak tanggap
4. Putusan
pengadilan sering tidak menyelesaikan masalah
5. Kemampuan
hakim yang bersifat generalis
Apabila persidangan
berjalan lancar maka jumlah persidangan kurang lebih 8 kali yang terdiri dari
sidang pertama sampai dengan putusan hakim.
Lembaga penyelesaiannya
:
a. Pengadilan
Umum
Pengadilan Negeri
berwenang memeriksa sengketa bisnis mempunyai karakteristik :
1) Prosesnya
sangat formal
2) Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para
pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat
keputusan memaksa dan mengikat ( coercive and binding )
5) Orientasi
ke pada fakta hukum ( mencari pihak yang berasalah )
6) Persidangan
bersifat terbuka
b. Pengadilan
Niaga
Pengadilan Niaga adalah
pengadilan khusus yang berada dilingkungan pengadilan umum yang mempunyai
kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan sengketa HAKI, pengadilan niaga
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Prosesnya
sangat formal
2) Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para
pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat
keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding )
5) Orientasi
pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6) Proses
persidangan bersifat terbuka
7) Waktu
singkat
Kelebihan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan ialah ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas
(karena sistem peradilan di indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
peradilan umum,peradilan agama,peradilan militer,dan peradilan Tata Usaha Negara
sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini ).
Kelemahan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan ialah kurangnya kepastian hukum dan hakim yang awam
(pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum ).
E.
Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase dan Letigasi
Adapun perbandingan antara Perundingan, Arbitrase
dan Letigasi adalah :
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera ( 3-6 minggu )
|
Agak cepat ( 3-6 bulan )
|
Lama ( > 2 tahun )
|
Biaya
|
Murah ( low cost )
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonistis
|
Antagonistis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
|
Masa lalu
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
|
Jalan buntu
|
Result
|
win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosinal
|
Bebas emosi
|
Emosional
|
Emosi bergejolak
|
Contoh kasus
Beberapa
waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi kabar yang heboh bagi sebagian
besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa
tanah merunya antara warga dengan PT.Portanigra. kasus ini mencuat saat warga
meruya memprotes keputusan mahkamah agung yang memenangkan gugatan
PT.Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut
berawal dari penyelewengan djuhri,mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan
benny melalui toegono dalam pembebasan di meruya selatan pada tahun 1972.
Djuhri mernjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah
itu melanggar aturan.
Penyelesaian :
Kasus
pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan dari masyarakat (
perorangan / badan hukum ) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu
keputusan Tata Usaha Negara dibidang pertahanan yang telah ditetapkan oleh
pejabat Tata Usaha Negara dilingkungan Badan Pertanahan Nasional,serta
keputusan pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang
tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut,mereka ingin mendapat penyelesaian
secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari pejabat
yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu keputusan
Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat /surat keputusan pemberian
hak atas tanah), ada pada kepala badan pertanahan Nasional. Kasus pertanahan
meliputi beberapa macam antara lain : mengenai masalah status tanah,masalah
kepemilikan, dan masalah bukti-bukti porelehan yang menjadi dasar pemberian hak
dan sebagainya.
Setelah
menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat yang
berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan pengumpulan
data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut
atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke badan
pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap. Maka badan
pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke
kepala kantor wilayah badan pertanahan Nasional Provinsi dan kepala kantor
pertanahan Kabupaten/Kota setempat letak tanah yang disengketakan.
Bilamana
kelengkapan data tersebut telah dipenuhi,maka selanjutnya diadakan pengkajian
kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur,
kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau
badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat
perlindungan maka apabila dipandang perlu setelah kepala kantor pertanahan
setempat mengadakan penelitian dan apabila dari kenyakinannya memang harus
distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini
dituangkan dalam surat Edaran kepala badan pertanahan nasional tanggal
14-1-1992 no 110-150 perihal pencabutan instruksi menteri dalam negeri no 16
tahun 1984.
Dengan
dicabutnya instruksi menteri dalam negeri no 16 tahun 1984, maka diminta
perhatian dari pejabat badan pertanahan nasional di daerah yaitu para kepala
kantor Wilayah Badan pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala kantor Pertanahan
Kabupaten / Kota , agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan status quo
atas pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB) dari
pengadilan. (perbandingan dengan peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional No 3 tahun 1997 pasal 126 ).
Sumber:
Komar kantaatmadja, Beberapa masalah
dalam penerapan ADR di Indonesia dalam prospek dan pelaksanaan Arbitrase di Indonesia,
Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 94
Moch Faisal Salam, Penyeesaian
sengketa bisns secara nasiona dan internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007,
hal. 177-178
Nurul Hak, Ekonomi Islam Hukum Bisnis
Syari’ah, Teras, Yogyakarta, 2011, hal.156-157
Huala Adolf, Hukum Ekonomi
Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 261 Op.
Cit, Moch Faisal Salam, hal. 197
Ibid, hal. 172
R. Soeroso, Tata Cara Dan Proses
Persidangan. Sinar Grafika, Jakarta,2001, hal. 41
Http://Ayylany.blogspot.com/2014/05/makalah-penyelesaian-sengketa-bisnis.html diakses
pada tanggal 18 mei 2016 pukul 14:50
Op.Cit, Nurul Hak, hal.201
http://ilmaarofi.blogspot.com/2013/05/softskill-penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://kennysiikebby.wordpress.com/2011/05/28/ca
Komentar
Posting Komentar