Untung Rugi Reklamasi Bagi Perekonomian Indonesia

Pengertian Reklamasi 

Pengertian, Tujuan dan Dampak Reklamasi
Ilustrasi Reklamasi
Reklamasi adalah suatu kegiatan atau proses memperbaiki daerah atau areal yang tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia antara lain untuk sarana dan prasarana baru seperti pelabuhan, bandara, kawasan perindustrian, pemukiman, sarana sosial, rekreasi dan sebagainya (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990).

Reklamasi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Pada dasarnya reklamasi merupakan kegiatan yang mengubah wilayah perairan pantai menjadi daratan yang dimaksudkan untuk mengubah permukaan tanah yang rendah (biasanya terpengaruh oleh genangan air) menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air) (Wisnu Suharto, 2008).

Dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengungkapkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Pengertian ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa reklamasi adalah usaha pembentukan lahan baru dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Sedangkan reklamasi pantai dapat diartikan sebagai usaha pembentukan lahan baru baik yang menyatu dengan wilayah pantai atau pun yang terpisah dari pantai dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi.

Tujuan Reklamasi 

Tujuan reklamasi adalah untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk berbagai keperluan ekonomi maupun untuk tujuan strategis lain. Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata terpadu.

Menurut Max Wagiu (2011), tujuan reklamasi ditinjau dari aspek fisik dan lingkungan yaitu:

  1. Untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat gelombang laut. 
  2. Untuk memperoleh tanah baru di kawasan depan garis pantai untuk mendirikan bangunan yang akan difungsikan sebagai benteng perlindungan garis pantai.
Reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Reklamasi dilakukan oleh negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru. Selain reklamasi, alternatif lain dari kebutuhan lahan adalah pemekaran ke arah vertikal dengan membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun.

Dampak Reklamasi 

Kebutuhan dan juga manfaat reklamasi dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek pengelolaan pantai dan ekonomi (Farchan, 2008). Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang membutuhkan untuk direklamasi agar dapat berdaya dan berhasil guna. Untuk pantai yang diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pun pemukiman yang perairan pantainya dangkal wajiblah untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan. Terlebih kalau di area pelabuhan itu, reklamasi menjadi suatu kebutuhan mutlak untuk pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti kontainer, pergudangan dan mengurangi kepadatan yang menumpuk di kota dan menciptakan wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun pantai.

Sebagai proses perubahan yang terencana, jelas bahwa masalah sosial yang timbul bukan merupakan hal yang ikut direncanakan. Oleh sebab itu, maka lebih tepat disebut sebagai efek sampingan atau dampak dari proses pembangunan masyarakat. Mengingat bahwa gejala sosial merupakan fenomena yang saling terkait, maka tidak mengherankan jika perubahan yang terjadi pada salah satu atau beberapa aspek, yang dikehendaki atau tidak dikehendaki, dapat menghasilkan terjadinya perubahan pada aspek yang lain. Terjadinya dampak yang tidak dikehendaki itulah yang kemudian dikategorikan sebagai masalah sosial.


Dampak Positif Reklamasi

Reklamasi Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu negara/kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai,pengembangan wisata bahari, dll. Dampak positif kegiatan reklamasi antara lain terjadinya peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, penyerapan tenaga kerja dan lain-lain.

Dampak Negatif Reklamasi 

Dampak negatif dari proses reklamasi pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti halnya perubahan hidro-oseanografi, sedimentasi, peningkatan kekeruhan air, pencemaran laut, peningkatan potensi banjir dan genangan di wilayah pesisir, rusaknya habitat laut dan ekosistemnya. Selain itu, reklamasi juga akan berdampak pada perubahan sosial ekonomi seperti kesulitan akses publik ke pantai, berkurangnya mata pencaharian.

Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari dilakukannya Reklamasi Pantai, yaitu potensi banjir, ketersediaan bahan urugan, perubahan pemanfaatan lahan, ketersediaan air bersih, pencemaran udara, sistem pengolahan sampah, pengelolaan sistem transportasi dan pengaruhnya terhadap kegiatan-kegiatan yang telah ada seperti pada masyarakat pesisir yang kemudian tersingkir akibat penggusuran atau hilangnya mata pencahariannya sebagai nelayan akibat adanya reklamasi pantai yang menyebabkan hilangnya biota laut.



Contoh Permasalahan 

Kabar tentang proses pembuatan daratan baru dari dasar laut maupun dasar sungai atau yang biasa disebut reklamasi terus menggeliat. Sejumlah aksi penolakan maupun dukungan akan pembangunan reklamasi terus berkumandang di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti yang terjadi di Teluk Palu di Sulawesi Utara, sekitar Pantai Losari di Makassar, Sulawesi Selatan, Pantai Utara Jakarta, serta Teluk Benoa di Bali.

Belum lama ini, organisasi Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi atau Forbali menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta. Mereka menolak proses reklamasi Benoa dan menuntut dilaksanakannya pemerataan pembangunan antara Bali utara dan Bali selatan. "Harusnya terusin dong reklamasi Teluk Serangan. Hotel di Bali selatan sudah terlalu banyak. Kalau mau reklamasi, di Bali utara masih banyak ruang," ujar koordinator aksi, Made Bawayasa.

Dari sudut pandang ekonomi, reklamasi dipandang sebagai suatu prospek yang sangat menggiurkan untuk mendatangkan sejumlah manfaat dari segi pendapatan. Terlebih, pemerintahan Jokowi-JK menaruh fokus lebih ke sektor kelautan yang selama ini kerap terabaikan. 

Pengamat bisnis dan ekonomi sosial asal Pulau Dewata, Bali, Nyoman Cakra, mengatakan bahwa dalam memandang proyek reklamasi yang akan dilakukan tidak bisa secara parsial. Akan tetapi, reklamasi harus dilihat secara holistik karena terdiri atas berbagai sisi yang saling berkaitan satu sama lain

"Memang ada dampak negatif dari reklamasi itu, tapi juga ada dampak positifnya," ujar pria yang memiliki pengalaman mengembangkan dan mengelola industri pariwisata ramah lingkungan di Bali tersebut. Ia memandang, kehadiran reklamasi juga akan membantu program pemerintah dalam meningkatkan jumlah wisatawan di Indonesia. Menurut dia, kondisi pariwisata sekarang, terutama di Bali, berlangsung stagnan. 

Untuk itu, diperlukan sesuatu yang berbeda, yang ikonik, sehingga dapat menarik wisatawan. Nyoman menyambung, keberadaan destinasi baru lewat reklamasi juga akan mampu membantu program pemerintah yang mencanangkan 20 juta wisatawan pada 2019 mendatang. "Kalau tidak ada yang menarik seperti ini-ini saja, kelihatannya Bali akan ditinggalkan oleh wisatawan," lanjutnya.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menegaskan, fokus pariwisata Indonesia untuk menggaet 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara pada 2019 melalui pengembangan 10 destinasi. Kesepuluhnya yaitu Danau Toba (Sumatra Utara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Bromo (Jawa Timur), Labuan Bajo (NTT), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku), Yogyakarta, Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Belitung (Bangka Belitung), dan Tanjung Lesung (Banten).

Nyoman menambahkan, kedatangan wisatawan akan berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat hunian hotel. Masyarakat lokal pun akan memperoleh banyak manfaat, seperti semakin terbukanya lapangan kerja baru, bertambah peluang  bisnis dan investasi, selain itu pemerintah mendapat penambahan penambahan asli daerah (PAD). 

"Dan yang terpenting masyarakat akan mengalami peningkatan income per kapita, setiap wilayah yang berkembang wisatanya, masyarakatnya mengalami peningkatan pendapatan sehingga daya beli masyarakat meningkat, dengan meningkatnya daya beli masyarakat maka perekonomian pun akan melaju dan bergairah," ungkap dia.

Kendati demikian, Nyoman memberikan catatan khusus terkait dengan dampak negatif yang mungkin muncul dengan dilakukannya reklamasi, yakni persoalan lingkungan. Persoalan lingkungan menurut dia harus benar-benar dikaji sebelum dilakukan reklamasi sehingga tak ada dampak negatif bagi lingkungan. "Nah, di sini para ahli harus benar-benar melakukan kajian terhadap dampaknya. Kalau memang ada dampak negatif, apa solusinya?" ujar dia.

Nyoman melihat, selama ini yang melakukan penolakan terhadap rencana reklamasi di berbagai daerah selain para aktivis lingkungan juga kebanyakan berasal dari masyarakat terdampak. Misalnya, di Jakarta, yang bergerak kelompok nelayan tradisional dan di Bali bermula dari desa-desa adat. 

Selain itu, dia juga menyoroti persoalan izin pada proyek reklamasi. Menurut dia para pengembang harus benar-benar menaati proses perizinan karena akan menjadi persoalan tambahan jika perizinan proyek reklamasi ternyata bermasalah. Seperti yang terjadi di Jakarta, kelompok nelayan tradisional menggugat Gubernur DKI Jakarta karena izin reklamasi tiga pulau, yakin pulau F, I, dan K, dianggap menyalahi aturan lantaran diterbitkan tanpa sepengetahuan publik. 

"Dari sisi perizinan kan urusan pemerintah. Nah, ini harus melalui proses yang benar, jadi berbagai macam persyaratan harus terpenuhi sebelum reklamasi dilaksanakan. Ini sangat penting," ucapnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga ikut angkat suara mengenai hal ini, meski ia tidak ingin pernyataannya dibuat sebagai bahan politisasi, terutama mengenai reklamasi teluk Jakarta. Menurut Susi, pada dasarnya reklamasi boleh saja dilakukan asal aturan seperti persyaratan hukum dan administrasi, dampak lingkungan yang sudah diantisipasi, termasuk antisipasi daerah rawan banjir dan daerah resapan air sudah dipenuhi secara benar.

"Reklamasi boleh kalau aturan sudah dipenuhi. Kalau tidak, pasti akan ada persoalan. Itu saja," ujar Susi. Hingga saat ini, Susi mengatakan, belum ada koordinasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait reklamasi Teluk Jakarta. 

Awal tahun ini, nelayan tradisional di Teluk Jakarta bersama organisasi lingkungan hidup menggugat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) atas reklamasi besar-besaran tiga pulau di kawasan Teluk Jakarta. Tiga izin pulau yang mengalami reklamasi tersebut diterbitkan secara diam-diam tanpa diketahui dan tanpa partisipasi publik, yaitu  pulau F dan I yang terbit pada 22 Oktober 2015 serta Pulau K yang terbit pada 17 November 2015. 

Seperti diketahui, proyek reklamasi di Teluk Jakarta menimbulkan sengketa antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan para nelayan tradisional yang selama ini mencari penghidupan di perairan tersebut. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengajukan gugatan terhadap proyek reklamasi. 

"Sepanjang Oktober dan November 2015, Gubernur DKI Jakarta diam-diam menerbitkan izin reklamasi pulau F, I, dan K tanpa banyak diketahui publik," ujar Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata.

Padahal, kata Martin, izin reklamasi di Pulau G yang dulu pernah menjadi sengketa belum diselesaikan oleh Pemprov DKI. Ia menyatakan, langkah Gubernur DKI Jakarta menerbitkan izin reklamasi tersebut secara diam-diam menunjukkan adanya pemaksaan dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.



Sumber: 
  • Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
  • Farchan, M. 2008. Reklamasi sebagai Alternatif Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pantai Kota Semarang. Semarang.
  • Modul Terapan, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 44/PRT/M/2007), Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.
  • Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, Kementerian PU.
  • Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
  • Wisnu Suharto. 1996. Reklamasi Pantai dalam Perspektif Tata Air. Semarang: Unika Soegijapranata.
  • Wagiu, Max. 2011. Dampak Program Reklamasi Bagi Ekonomi Rumah Tangga Nelayan Di Kota Manado. Jurnal Perikanan Dan Kelautan Tropis Vol VIII.
http://www.kajianpustaka.com/2016/09/pengertian-tujuan-dan-dampak-reklamasi.html
http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/16/04/04/o53t4737-untung-rugi-reklamasi-bagi-ekonomi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Investasi/Modal asing terhadap Perekonomian Indonesia

Program CSR Bakti BCA bagi masyarakat

Aspek Hukum Dalam Ekonomi: Bab 3